Usaha Budidaya jamur sangat menjanjikan

Senin, 28 Februari 2011

"yang kaya makin kaya, yang miskin makin kasian"

Apa kabar? Senang dapat bertemu kembali.

Pada kesempatan kali ini, Kami akan berbagi sebuah rahasia, yang sudah menjadi pertanyaan orang banyak.

Kita sering mendengar istilah; "yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin", dan baru-baru ini mulai sering kita dengar pernyataan berikut; "kalangan kelas menengah menjadi miskin".

Kalangan kelas menengah di negara-negara maju, semakin hari semakin sedikit. Di negara maju seperti Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, dan lain-lain, Anda hanya memiliki dua pilihan; menjadi kaya atau miskin.

Mengapa demikian, dan di kelompok mana Anda berada?

Okay, mari kita lihat dulu, apa yang membedakan antara antara orang kaya, orang kelas menengah, dan orang miskin, dalam konteks ekonomi dan keuangannya.

Pada umumnya, semua orang; kaya, menengah, ataupun miskin, memiliki "income" (pendapatan, penghasilan), "expense" (pengeluaran), "asset" (sesuatu yang menghasilkan pendapatan), dan "liability" (hutang, beban).

Yang Membedakan Mereka Adalah Cara Mereka Mengelola Income, Ekspens, Aset, Dan Liability-nya.


ORANG MISKIN

Menggunakan income mereka (yang biasanya terbatas atau kurang), untuk memenuhi kebutuhan mendasar (primer) hidup mereka (ekspens). Terkadang, mereka harus berhutang (liability) kiri-kanan untuk sekedar memenuhi kebutuhan primer tersebut.

Demikian seterusnya, dari bulan ke bulan, mereka menggunakan income dan liability untuk memenuhi kebutuhan mendasar hidup mereka. Makanya, istilah "gali lobang tutup lobang" menjadi istilah yang akrab ditelinga dan hati mereka.

Bagaimana dengan aset? Oh, jangan tanyakan hal ini sahabatku, mereka pada umumnya tidak memiliki modal finansial untuk memiliki aset.

Yang bisa mereka lakukan hanya bekerja lebih keras dan lebih lama untuk meningkatkan nilai income mereka dan atau menggunakan liability.

Makanya, jangan heran, kalau orang miskin akan terus menjadi miskin (atau bertambah miskin!).


ORANG KELAS MENENGAH

Kami tidak memiliki literatur yang bisa memastikan hal ini, namun menurut pengelihatan Kami, Kalangan Kelas Menengah adalah kalangan yang paling banyak berada di kota-kota besar di Indonesia. Mungkin Anda berada pada kelompok ini? Mari kita lihat..

Menurut Kami, orang kalangan kelas menengah adalah orang-orang yang berada pada posisi yang paling mengerikan. Mereka selalu memiliki peluang besar untuk menjadi orang miskin, tapi sedikit peluang untuk menjadi kaya!

Mengapa demikian?

Sederhana saja, orang-orang di kelas ini, memiliki income yang tidak sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan primer mereka. Income mereka sudah memungkinkan mereka untuk mulai berfikir memenuhi kebutuhan sekunder (mobil, motor, televisi teknologi terbaru, lemari es, rumah yang lebih besar, dlsbnya).

Celakanya, income yang mereka miliki belum memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara cash! Sehingga yang terjadi adalah mereka melakukan kredit, yang berarti liability untuk mereka!

Pihak mana yang diuntungkan? Tentu saja pihak Bank dan lembaga pemberi kredit. Bagi Bank dan pemberi kredit, liability untuk nasabah berarti aset untuk mereka!

Tentu saja, jika semuanya berjalan seperti yang diharapkan, liability tersebut lama kelamaan akan menjadi semakin kecil. Namun, sudah menjadi sifat manusia untuk selalu merasa tidak puas. Selesai kredit motor, mereka akan mulai menciptakan liability baru dengan membeli mobil, dstnya.

Jika sesuatu yang buruk terjadi pada mereka (di-PHK, sakit yang berkepanjangan, cacat, dlsbnya), sehingga mereka tidak dapat menghasilkan income lagi, maka segala liability itu akan menjadi beban tak terkirakan, dan dapat membuat mereka jatuh miskin!


ORANG KAYA

Ini bagian yang paling enak nulisnya.. heheheheh... Orang kaya cenderung untuk selalu memiliki aset. Mengapa demikian? Karena mereka mengerti bahwa hanya dengan memiliki asetlah mereka dapat mempertahankan kekayaan dan bahkan meningkatkan kekayaan mereka.

Mereka menggunakan income mereka untuk membeli aset, yang akan menghasilkan sumber income yang lain untuk mereka.

Mereka menggunakan liability untuk membeli/memiliki aset, yang akan menghasilkan sumber income yang lain lagi untuk mereka.

Anda lihat betapa cerdas-nya mereka? Anda mengerti sekarang bagaimana orang kaya menjadi semakin kaya?

Jika Anda merasa bukan golongan orang pada kelompok ini, jangan berkecil hati. Anda sudah mengerti apa yang harus Anda lakukan, bukan? Ya, miliki aset segera!

Aset seperti apa? Jangan segan-segan untuk menghubungi Kami, mari sama-sama kita diskusikan bagaimana caranya Anda bisa memiliki aset dan mengurangi segala liability yang Anda miliki sekarang!

Disamping faktor-faktor "teknis" tersebut, ada rahasia lain yang paling menentukan tentang apa yang membedakan antara orang kaya dan orang miskin.

Yaitu; 'Cetak-Biru' Dan 'Pola-Pikir' Mereka!

dari keyboard Uden Rohmana
085722184779-087822026858

Minggu, 27 Februari 2011

Jika anda membutuhkan jasa kami dan mau bekerja sama dengan kami,
Hubungi kami di:

Telp: 085722184779 - 087822026858
Email: uden90_simple@yahoo.com

Senin, 21 Februari 2011

Tips merawat jamur tiram

Permintaan pasar, baik dalam maupun luar negeri terhadap jamur tiram terus meningkat. Jamur ini memiliki tekstur yang lembut dan kenyal seperti daging ayam, berkalori rendah, harganya murah meriah dan bisa dimasak dengan berbagai macam olahan seperti tumis, capcay dan jamur crispy.
Tak heran jamur tiram ini begitu diincar banyak orang. Karena itulah, petani jamur harus menguasai seluk-beluk merawat jamur tiram agar memperoleh hasil panen yang optimal, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Merawat jamur tiram sebenarnya mudah. Anda bahkan bisa memeliharanya di rumah karena tidak memerlukan ruangan khusus untuk mengembangbiakkannya. Peralatan dan bahan-bahannya pun sangat sederhana dan bisa diperoleh di toko biasa.
Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) memiliki tudung seperti payung berbentuk cangkang tiram. Di alam, ia tumbuh di pepohonan atau batang kayu pepohonan yang telah lapuk. Karena itulah, untuk merawat jamur tiram, para petani menggunakan jerami keras atau serbuk kayu sebagai media tanamnya, karena mengandung selulosa sebagaimana yang terkandung di pepohonan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merawat jamur tiram adalah nutrisi, strerilisasi, cahaya matahari, suhu, dan kelembaban.
Nutrisi
Sebagaimana layaknya makhluk hidup, jamur juga memerlukan nutrisi yang tepat agar mampu tumbuh dan berkembang biak dengan optimal. Selain serbuk gergaji yang kaya selulosa, untuk merawat jamur tiram juga dibutuhkan nutrisi tambahan seperti bekatul dan kapur.
Bekatul mengandung vitamin B, karbon dan karbohidrat untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tubuh buah jamur. Sedangkan kapur mengandung kalsium untuk menguatkan batang dan akar supaya tidak mudah rontok. Kapur juga berguna untuk mengatur tingkat keasaman (pH) media tanam agar jamur tumbuh optimal.
Sterilisasi
Kondisi media tanam yang tidak steril akan menumbuhkan jamur lain atau penyakit yang dapat merusak bibit jamur. Misellium atau bibit jamur tiram yang steril ditandai oleh lapisan warna putih pada polybag berisi media tanam serbuk kayu.
Jika tidak steril, biasanya akan tumbuh lapisan bewarna hitam atau oranye yang menandakan kontaminasi jamur lain yang akan menghambat pertumbuhan misellium.
Tips merawat jamur tiram agar tidak terkontaminasi jamur, penyakit atau hama adalah dengan cara merebus media tanam dan mengukus polybag berisi media tanam hingga suhu 121oC.
Ruangan serta peralatan pun harus disterilkan dengan antiseptik atau alkohol. Begitu pula sirkulasi udara, kebersihan pekerja dan lingkungan di luar ruangan  harus diperhatikan.
Penggunaan fungisida, insektisida, atau bahan kimia berbahaya lainnya bukanlah cara yang tepat dalam merawat jamur tiram. Hal ini dikarenakan jamur memiliki sifat menyerap bahan apapun yang ada di media tanamnya.
Jika media tanamnya menggunakan bahan-bahan kimia, otomatis jamur pun akan terkontaminasi oleh bahan kimia tersebut sehingga tidak aman untuk dikonsumsi.
Cahaya Matahari
Paparan cahaya matahari perlu diatur ketika merawat jamur tiram. Pada fase pertumbuhan misellium, cahaya matahari tidak begitu diperlukan. Misellium lebih cepat tumbuh di ruangan yang kurang sinar matahari atau gelap.
Sedangkan untuk pertumbuhan tubuh buah diperlukan rangsangan cahaya. Tubuh buah tidak akan tumbuh optimal di ruangan gelap. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan tubuh buah jamur diperlukan intensitas cahaya sebanyak 60-70%.
Suhu dan Kelembaban
Merawat jamur tiram tidak lepas dari kondisi lingkungan yang diatur sedemikian rupa agar jamur tumbuh optimal. Pada tahap pertumbuhan misellium, suhu ruangan diatur hingga berkisar antara 22-280C dengan kelembaban antara 60-70%.
Ketika pertumbuhan misellium sudah optimal, seluruh polybag dipindahkan ke dalam kumbung, ruangan seperti gubuk agar mudah mengatur kelembaban. Tubuh buah akan tumbuh optimal pada suhu antara 16-220C dengan kelembaban antara 90-100%.
Untuk mencapai kelembaban itu, semprotkan air ke dinding kumbung untuk pengembunan. Jangan sampai terlalu basah karena akan merusak media tanam jamur.

Persiapan Budi Daya Jamur Tiram

Untuk membudidayakan jamur, diperlukan beberapa persiapan awal yang meliputi persiapan, salah satunya ialah persiapan manajemen, yaitu meliputi perencanaan skala usaha, perencanaan produksi, jaminan pasar, sumber daya manusia, dan organisasi pelaksanaan.

A.    Perencanaan Skala Usaha dan Perencanaan Produksi.
Perencanaan ini sangat terkait dengan modal. Modal yang semakin besar akan menghasilkan produksi yang besar pula. Sebagai contoh, pengusaha skala kecil hanya memproduksi jamur rata-rata 50 kg per hari, sedangkan pengusaha sedang dapat memproduksi rata-rata 100 kg per hari, dan untuk pengusaha menengah memproduksi 250—500 kg per hari, serta pengusaha besar umumnya memproduksi lebih dari 500 kg jamur per hari. Bahkan, jika beberapa orang pengusaha besar bergabung membentuk kelompok bisnis, panen jamur yang dihasilkan bisa mencapai lebih dari 1.000 kg per hari.

B.    Jaminan Pasar.
Keberhasilan usaha jamur ditentukan oleh jaminan pasar yang pasti. Sebelum memulai usaha, ada baiknya diperkirakan terlebih dahulu ke mana hasil produk akan dipasarkan sehingga ketika usaha sudah berjalan, Anda sudah memegang jaminan pasar. Internet, salah satu media promosi yang bisa dimanfaatkan untuk memasarkan jamur Anda

Salah satu cara mengetahui jalur pemasaran adalah dengan mencari banyak informasi dari penjual bibit. Biasanya, penjual bibit sudah lama berkecimpung dalam bisnis jamur dan tentunya sudah menguasai jaringan pasarnya. Selain itu, Anda juga bisa mencari informasi melalui media, baik media cetak, seperti koran, majalah, dan tabloid pertanian, maupun media elektronik, seperti televisi, internet, dan radio.

C.    Sumber Daya Manusia.
Hal lain yang perlu direncanakan dalam membudidayakan jamur adalah sumber daya manusia. Pilihlah tenaga kerja yang andal, rajin, cekatan, dan cermat. Jika memungkinkan, pilih pekerja dari penduduk setempat agar tidak terjadi kecemburuan ketika usaha yang Anda jalankan berhasil. Sementara untuk tenaga kerja ahli, pilihlah mereka yang telah berpengalaman dalam budi daya dan bisnis jamur.

D.    Organisasi Pelaksanaan Faktor.
Terakhir yang perlu dipersiapkan adalah organisasi pelaksanaan di lapangan. Pembagian organisasi ini akan meningkatkan efektivitas kerja sehingga hasil yang dicapai lebih maksimal. Umumnya, pembagian organisasi pelaksana di lapangan terdiri atas lima bagian.
1. Bagian substrat tanam, bertanggung jawab menyiapkan substrat tanam, dari persiapan bahan baku, pencampuran, pengepakan, sterilisasi, hingga siap tanam.
2. Bagian bibit, bertanggung jawab pada persiapan bibit jamur, penanaman, hingga pemeliharaan awal.
3. Bagian pemeliharaan, bertanggung jawab dalam pemeliharaan substrat tanam, berhubungan dengan pengendalian lingkungan, baik lingkungan fisik, kimia, maupun biologis; pengendalian hama dan penyakit; kontrol kualitas; dan keselamatan hasil.
4. Bagian panen dan pascapanen, bertanggung jawab terhadap masa panen dan pengelolaan pascapanen sesuai dengan rencana produksi.
5. Bagian pemasaran, bertanggung jawab atas pemasaran produk yang dihasilkan, baik jamur dan olahannya maupun produk tambahan lain seperti penjualan substrat tanam.


Selain persiapan manajemen, juga mesti adanya persiapan infrastruktur, dan persiapan teknis. Persiapan infrastruktur meliputi sanitasi, pemilihan lokasi, perlengkapan, dan permodalan. Sementara persiapan teknis, difokuskan pada kegiatan operasional budi daya.

Kamis, 17 Februari 2011

Cara Membuat Biodiesel dari Minyak Jelantah

Biodiesel dapat dibuat dari minyak sayur (nabati) tidak usah beli lagi di supermarket, tapi bisa digunakan minyak jelantah bekas menggoreng.

Agar dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan, kita perlu menurunkan viskositas atau kekentalan dari minyak goreng. Pada dasarnya minyak nabati ini perlu proses pencampuran, serta butuh waktu untuk penyesuaian, Minyak lemak (vegetable oil) merupakan trigliserida, terdapat tiga molekul minyak atau ester, yang menempel pada satu molekul gliserin. Gliserin inilah yang membuat minyak tebal dan lengket.


Untuk mendapatkan biodiesel, kita harus menghilangkan gliserin ini dan menggantinya dengan alkohol. Inilah proses yang disebut transesterifikasi. Proses ini berlangsung pada suhu sekitar 400 derajat celsius.

Membuat biodiesel selain memerlukan minyak nabati, juga diperlukan alkohol dan katalis. Untuk alkohol bisa digunakan etanol atau metanol. Katalis bisa dipakai alkali (NaOH) atau potasium hidroksida (KOH).

Bila menggunakan alkohol atau katalis yang berbeda, proporsinya berbeda pula. Untuk simpelnya, di sini hanya menggunakan material yang biasa digunakan yaitu metanol dan alkali (lye). Mencampur metanol dan alkali menghasilkan sodium methoksida, yang kemudian dicampurkan dengan minyak goreng untuk menghasilkan biodiesel dan gliserin.

Katalis digunakan untuk memicu terjadinya reaksi biodiesel. Karena minyak lemak atau minyak goreng sifatnya asam, maka untuk ‘memecahkan’ molekul minyak, kita mesti tambahkan basa yang kuat. Untuk itu kita gunakan sodium hidroksida (NaOH). Jumlah
alkali yang ditambahkan tetap bila menggunakan minyak goreng baru, tapi untuk jelantah bervariasi karena jumlah asam lemak bebas (Free Fatty Acid) berbeda tergantung lamanya proses pemanasan minyak.

Untuk menentukan jumlah FFA, kita lakukan proses titrasi. Titrasi juga dilakukan untuk mengetahui jumlah total katalis yang ditambahkan.
Isopropil alkohol digunakan untuk proses ini. Pertama-tama, larutkan 1 gram alkali ke dalam 1 liter air murni; larutkan 1 ml minyak goreng ke dalam 10 ml isopropil alkohol; teteskan larutan alkali ke dalam minyak goreng yang telah dicairkan sambil mengukur pH-nya setiap saat; ketika pH meningkat 8 atau 9, FFA telah dinetralisasi.

Biodiesel (metil ester) dapat dibuat dalam blender, botol soda, atau tangki pencampur. Perbedaannya adalah soal ukuran wadah dan jumlah bahan yang digunakan. Pada tulisan ini hanya membuat sejumlah kecil biodiesel. Bila ingin membuat dalam jumlah besar, tinggal gunakan dengan proporsi yang sama dan campurkan dalam wadah-wadah yang lebih besar.

Sebagai gambaran, kita buat 1 liter biodiesel. Pertama, lakukan titrasi untuk menentukan jumlah alkali yang diperlukan; larutkan alkali pada 200 ml metanol; campur sodium methoksida (hasil reaksi metanol dan alkali) dengan 1 liter minyak goreng tunggu selama 20 menit; biarkan gliserin menyesuaikan diri sekurangnya 8 jam.
Biasanya pemisahan terjadi setelah jam pertama, sehingga anda bisa melihat berlangsungnya proses tsb. Kemudian pisahkan biodiesel dari gliserin. Nah, akhirnya anda siap untuk menjalankan mobil berbahan bakar ramah lingkungan ini.

Cara Membuat Biodiesel dari Biji Jarak (Jathropa curcas)

Biofuel Sebagai Alternatif Pengganti Bahan Bakar
Secara umum istilah biofuel bisa diartikan bahan bakar dari nabati, pengembangan yang paling memungkinkan untuk substitusi atau pengganti energi adalah biodiesel (dari minyak jarak dan Kelapa Sawit) sebagai pengganti solar dan bioethanol (dari Singkong) sebagai pengganti bensin.
Cara Membuat Biodisel dari Biji Jarak (Jathropa curcas)
Tanaman jarak (Jatropha curcas L) yang merupakan tanaman semak keluarga Euphorbiaceae. Dalam waktu lima bulan tumbuhan yang tahan kekeringan ini mulai berbuah, produktif penuh saatberumur lima tahun, dan usia produktifnya mencapai 50 tahun. Banyak di jumpai di Indonesia sebagai tanaman pagar.



Buahnya tidak bisa dikonsumsi karena bisa menyebabkan keracunan. Masyarakat di daerah pedesaan sering memanfaatkan tanaman ini untuk mengobati susah buang air besarpada anak bawah lima tahun (balita) atau menghilangkan sakit gigi dengan meneteskan getahpohon jarak ke gigi yang berlubang.


Dari hasil penelitian yang dilakukan Dr Ir Robert Manurung MEng, pengajar diJurusan Kimia Industri Institut Teknologi Bandung (ITB), bersama timnya ( Eiichi Nagayama dan Masanori Kobayashi dari NewEnergy and Industrial Technology Development Organization (NEDO- Jepang) :
"Minyak jarak bisa menggantikan minyak diesel untuk menggerakkan generator pembangkit listrik. Karena pohon jarak bisa ditanam dihampir semua wilayah Indonesia, maka minyak jarak sangat membantumembangkitkan energi listrik daerah terpencil dan minyak ini bisa diproduksi sendiri oleh komunitas yang membutuhkan listrik,"


Menurut Manurung, proses penciptaan minyak jarak juga tidak terlalu rumit dan bisa dilakukanoleh siapa saja dengan peralatan seadanya, caranya :
  • kukus buah jarak selama satu jam.
  • Lalu, daging dihancurkan dengan mesin blender.
  • Setelah itu, daging buah dan biji yang sudahdihancurkan dimasukkan ke dalam mesin tempa minyak.
  • Dengan penekanan dongkrak hidrolik, ampas diperas hingga menghasilkan minyak.
Setiap 10 kilogram biji jarak yang sudah dihancurkan akan menghasilkan 3,5 liter minyak jarak sebagaipengganti solar. Minyak ini berwujud seperti minyak goreng, yaitu kental, licin, dan baunya tidak mencolok. Jika produksi minyak jarak oleh masyarakat sudah berjalan, menurut Manurung, BBM bukan lagi disiapkan pemerintah bagi rakyat, tetapi rakyat yang menyediakan BBM bagi dirinya sendiri. Terima kasih pak Manurung dan Timnya semoga makin banyak rakyat yang menggunakan biodisel buatan sendiri.

Jambu Mete Pengganti Ragi yang Mengubah Glukosa Menjadi Etanol

Dari hasil penelitian Dr Enny Ratnaningsih, periset Departemen Kimia Institut Teknologi Bandung, Doktor Kimia alumnus Monash University meneliti dan menemukan buah Jambu Mete atau jambu monyet (Anacardium occidentale) menghasilkan Ragi Saccharomyces telluris yang di temukan dalam endapan air jambu mete.

Ragi itu dapat di gunakan utuk membuat bioetanol asal singkong. Dalam percobaan skala laboratorium, Enny menambahkan 2% ragi serta memperoleh 2,04% bioetanol asal singkong. Ketika ia memberikan 11% ragi pada molase, hasilnya 3,43% etanol. Ragi temuan Enny itu mampu menggantikan Saccharomyces cerevisiae yang selama ini dimanfaatkan produsen bioetanol sebagai pemecah pati.

S. cerevisiae masih impor. Harga di pasaran Rp75.000 per kg. Harga itu terbilang tinggi untuk produksi bioetanol skala rumahan. Oleh sebab itu substitusi dari bahan alam yang murah mutlak diperlukan, kata dosen Institut Teknologi Bandung itu. Selain menemukan pengganti ragi S. cerevisiae, Enny juga mengembangkan substitusi enzim alfa amilase. Dalam proses produksi bioetanol, enzim itu berperan sebagai pemecah pati menjadi glukosa.

Pengganti enzim itu adalah biji jagung manis yang direndam 8 jam sehingga berkecambah. Biji jagung itu kemudian diblender mirip bubur. Menurut Enny aktivitas enzim biji jagung mencapai 8,805 mg/menit. Artinya, aktivitas amilase untuk menghidrolisis pati 8,8 mg per menit untuk setiap 1 g jagung. Menurut Dr Arif Yudiarto peneliti bioetanol dari Balai Besar Teknologi Pati, dengan penemuan itu produsen mempunyai pilihan baru bila ingin memproduksi bioetanol.

CARA MEMBUAT NATA DE ALOE VERA “Lidah Buaya “

Kandungan Lidah buaya :
Lidah Buaya (Aloe vera; Latin: Aloe barbadensis Milleer) mengandung asam amino, antrakuinon, enzim, hormon, mineral, asam salisilat, sterol, gula dan vitamin.

Khasiat dan Manfat Lidah buaya :
dapat menurunkan kadar gula, kolesterol dan asam urat, mencegah ambeien, membantu memperlancar regenerasi sel-sel dalam tubuh kita yg udah usang, bahan kosmetik pelembab kulit, merawat kesuburan dan keindahan rambut dengan menggosokkan langsung pada kulit kepala.


 

CARA MEMBUAT NATA DE ALOE VERA “Lidah Buaya “ Daun lidah buaya kita potong sekitar per 10 cm jadi mungkin jadi 5 potong, kemudian kita potong2 lagi 1cm atau 1,5 cm menjadi seperti dadu hal ini untuk memudahkan dalam mengelupas kulit yang berwarna hijau. Hilangkan kulit yang berwarna hijau ini, tinggal daging buah yang bening. Dari potongan memanjang tadi kita potong lagi menjadi kotak-kotak seperti nata de coco. kita cuci berulang-ulang sampai lendirnya habis, sambil diremas-remas, sebaiknya dengan air yang mengalir. Tambahkan garam dalam pencucian, mungkin 2 atau 3 kali saat membilasnya, pengalaman 5 kali sudah bersih.

Kemudian rebuslah,tunggu 15 menit selama mendidih, setelah itu angkat, untuk mengurangi bau dapat ditambahkan daun pandan, 2 atau 3 lembar.

Jika ingin di konsumsi dapat di tambah sirup, es batu atau yang lain sesuai selera. Selamat mencoba, semoga bermafaat.

Pengisian dan Penyegelan Susu


Jenis-jenis kemasan susu
Jenis-jenis kemasan susu

Pengisian dan penyegelan makanan susu tergantung dengan cara pengolahannya. Ada tiga cara pengolahan yang umum dilakukan pada susu, yaitu pasteurisasi, sterilisasi, dan Ultra High Temperature (UHT)-aseptik. Kualitas dari susu pasteurisasi tergantung kepada kondisi aseptik dari mesin pengemas. Packaging pada susu dibagi menjadi dua jenis, yaitu returnable container dan single service container.

Returnable Container

Cara ini biasa digunakan bagi susu pasteurisasi dan sterilisasi karena susu yang diolah dengan cara ini hanya tahan disimpan untuk beberapa hari saja. Pasteurisasi biasanya hanya tahan untuk 7-16 hari sedangkan sterilisasi dapat tahan sampai dengan 3 minggu. Susu pasteurisasi dapat menggunakan botol dan kaleng, sedangkan susu sterilisasi hanya menggunakan botol.
Dasar sistem menggunakan returnable container adalah pengumpulan kontainer kosong dan pencucian sebelum mengisi ulang. Penyimpanan kontainer yang belum dicuci biasanya penting dan dapat diperpanjang semalam sehingga pencucian dan pengisian operasi berikutnya dapat dimulai di pagi hari sebelum pasokan kontainer kosong yang belum dicuci lainnya tiba. Setelah dicuci, container berbentuk kaleng dapat disimpan karena memiliki tutup sedangkan botol tidak karena botol-botol ini tidak memiliki tutup sehingga dapat terkontaminasi oleh udara. Biasanya, penyimpanan dilakukan setelah kaleng-kaleng dan botol-botol tersebut diisi sehingga distribusi dapat dilakukan dengan lebih fleksibel.
Volumetric fillers lazim digunakan dalam pengisian bahan makanan yang berbentuk cairan, termasuk susu. Pengisian dapat dilakukan dengan pengaturan in-line maupun carousel (atau rotasi). Filler harus dapat mengisi container dengan akurat tanpa spoilage dan tanpa kontaminasi dari proses penyegelan.
Kontainer dengan segel tidak diisi sepenuhnya. Ruang kosong pada bagian atas kontainer diperlukan untuk memciptakan kondisi vakum parsial. Kondisi ini mereduksi perubahan tekanan di dalam kontainer selama proses dan mereduksi reaksi oksidatif produk selama penyimpanan. Botol dan kaleng seharusnya memiliki ruang kosong sekitar 6-10% dari keseluruhan volume kontainer pada temperatur normal penyegelan.
Susu yang diisi biasanya masih berupa susu dengan pemrosesan yang minim. Pasteurisasi maupun sterilisasi susu biasanya dilakukan setelah kontainer diisi dan disegel untuk menghindari kontaminasi yang mungkin terjadi. Penyegelan pada botol susu biasanya memakai segel normal, seperti tutup dari alumunium foil atau cork stopper dari tembaga atau alumunium. Sedangkan tutup pada kaleng susu biasanya disegel dengan double seam.
Botol dengan leher lebar (36-40 mm), cocok untuk disegel dengan tutup alumunium foil adalah sistem yang paling sering digunakan untuk pengemasan susu pasteurisasi dalam returnable container. Sedangkan botol yang digunakan untuk susu sterilisasi mempunyai leher yang lebih ramping (26 mm) sehingga segel yang efektif dapat dibuat. Prefabricated crown seal digunakan untuk menyegel botol-botol ini.
Botol gelas sebagai selah satu jenis returnable container
Botol gelas sebagai selah satu jenis returnable container
Saat susu dalam botol dipanaskan dan memuai selama pemanasan lebih dari botol, udara di atas susu terkompresasi dan tekanan di dalam botol melebihi tekanan di luar. Kontraksi susu saat didinginkan dibawah temperatur pengisian menyebabkan terbentuknya ruang vakum di atas susu. Ruang vakum ini dapat menyebabkan kontaminasi melalui segel di antara botol dan tutupnya. Oleh karena itu, sangat penting bagi segel untuk benar-benar rapat.
Kaleng susu dari alumunium biasanya memiliki tutup yang tidak memerlukan gasket karet, penyegelan cukup dilakukan dengan sunken grip ataupun mushroom lids. Oleh karena masalah pencucian mekanik, tutup yang dirantai pada kaleng tidak lagi digunakan.

Single Service Container

Seluruh produk yang dikemas dalam single service container dapat langsung dibuang setelah cairan di dalamnya selesai dikonsumsi. Dua tipe dasar dari kontainer ini terbuat dari karton dan sachet plastik (kantong). Bahan dasar yang lazim digunakan adalah polietilen (PE), baik yang berdensitas rendah maupun tinggi.
Pada susu pasteurisasi, karton dibuat secara kontinyu dari plastic coated paper yang dibentuk menjadi sebuah tube. Tube diisi secara kontinyu dengan susu yang telah dipasteurisasi. Segel treansvers dibuat pada sudut yang tepat di atas ketinggian susu sehingga tidak ada ruang kosong dan bentuk kemasan menjadi tetrahedron.
Pada susu UHT (Ultra High Temperature), karton diproduksi secara kontinyu dari plastic coated paper yang telah disterilisasi secara kimia dan termal sebelum dibentuk menjadi tube. Tube diisi secara kontinyu oleh susu hasil UHT, kemudian disegel di atas level cairan dan dibentuk menjadi bentuk rektangular.
Karton susu sebagai salah satu jenis single-service ontainer
Karton susu sebagai salah satu jenis single-service ontainer
Pada susu pasteurisasi dalam sachet, sachet dibuat secara kontinyu dari film polietilen dengan ketebalan 70-90 mikrometer. Mesin membentuk film menjadi silinder dengan penyegelan panas vertikal, kemudian menjadi kantong dengan segel horizontal pada bagian bawah. Setelah itu kantong diisi dengan susu pasteurisasi dari small balance tank. Sebuah keran dengan kontroler waktu digunakan untuk mengisi tube dengan jumlah susu yang sama. Penyegel transvers dibuat di atas level susu. Setelah pengisian dan penyegelan bagian atas kantong, dilakukan pemotongan untuk menghasilkan satu sachet susu.
Untuk kemasan 10-20 liter susu, kemasan yang dipakai adalah kemasan yang mudah untuk dibuang, khusus dibuat untuk penggunaan bersama. Kemasan ini memiliki segel berupa screw cap.

Bahan Pembuatan Sabun

Stamped-Soap-Bars 
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.

Sabun dibuat dengan reaksi penyabunan sebagai berikut:
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :

C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH -> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.

Bahan Baku: Minyak/Lemak

Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

Jenis-jenis Minyak atau Lemak

Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
  1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
  2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.
  3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
  4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
  5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
  6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
  7. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
  8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
  9. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
  10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

Bahan Baku: Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

Bahan Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
  1. NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
  2. Bahan aditif. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.

Potensi Pengembangan Biodiesel di Indonesia

Jarak pagar (Jatropha curcas) adalah salah satu bahan baku biodiesel yang potensial untuk digunakan di Indonesia.
Jarak pagar (Jatropha curcas) adalah salah satu bahan baku biodiesel yang potensial untuk digunakan di Indonesia.

Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak mentah di Indonesia, yaitu sekitar 9 milyar barrel, dan dengan laju produksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi persyaratan lingkungan global, satu-satunya cara adalah dengan pengembangan bahan bakar alternatif ramah lingkungan.
Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk biodiesel di Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di Indonesia adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada potensi besar yang ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif bahan baku lainnya di Indonesia.
Rancangan fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)
Rancangan fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun 2012. Dengan mempertimbangkan aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan independensi Indonesia terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi pengembangan biodiesel merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang dapat dengan cepat diimplementasikan.
Walaupun pemerintah Indonesia menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap pengembangan biodiesel, pemerintah tetap bergerak  pelan dan juga berhati-hati dalam mengimplementasikan hukum pendukung bagi produksi biodiesel. Pemerintah memberikan subsidi bagi biodiesel, bio-premium, dan bio-pertamax dengan level yang sama dengan bahan bakar fosil, padahal biaya produksi biodiesel melebihi biaya produksi bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan Pertamina harus menutup sendiri sisa biaya yang dibutuhkan.
Sampai saat ini,  payung hukum yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk industri biofuel, dalam bentuk Keputusan Presiden ataupun Peraturan Perundang-undangan lainny, adalah sebagai berikuti:
  1. Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
  2. Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang Pengadaaan dan Penggunaan Biofuel sebagai Energi Alternatif
  3. Dektrit Presiden No. 10/2006 tentang Pembentukan team nasional untuk Pengembangan Biofuel
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan dilaksakan selama 25 tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa pengembangan biodiesel. Pada fasa pertama, yaitu tahun 2005-2010, pemanfaatan biodiesel minimum sebesar 2% atau sama dengan 720.000 kilo liter untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nasional dengan produk-produk yang berasal dari minyak castor dan kelapa sawit.
Fasa kedua (2011-2015) merupakan kelanjutan dari fasa pertama akan tetapi telah digunakan tumbuhan lain sebagai bahan mentah. Pabrik-pabrik yang dibangun mulai berskala komersial dengan kapasitas sebesar 30.000 – 100.000 ton per tahun. Produksi tersebut mampu memenuhi 3% dari konsumsi diesel atau ekivalen dengan 1,5 juta kilo liter. Pada fasa ketiga (2016 – 2025), teknologi yang ada diharapkan telah mencapai level ‘high performance’ dimana produk yang dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil yang dicapai diharapkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau ekivalen dengan 4,7 juta kilo liter. Selain itu juga terdapat Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Hal-hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati. (Rahayu, 2006)
Hingga Mei 2007, Indonesia telah memiliki empat industri besar yang memproduksi biodiesel dengan total kapasitas 620.000 ton per hari. Industri-industri tersebut adalah PT Eterindo Wahanatama (120.000 ton/tahun – umpan beragam), PT Sumi Asih (100.000 ton/tahun – dengan RBD Stearin sebagai bahan mentah), PT Indo BBN (50.000 ton/tahun – umpan beragam), Wilmar Bioenergy (350.000 ton/tahun dengan CPO sebagai bahan mentah), PT Bakrie Rekin Bioenergy (150.000 ton/tahun) dan PT Musim Mas (100.000 ton/tahun). Selain itu juga terdapat industri-industri biodiesel kecil dan menengah dengan total kapasitas sekitar 30.000 ton per tahun, seperti PT Ganesha Energy, PT Energi Alternatif Indonesia, dan beberapa BUMN.
Produser biodiesel di Indonesia
Produser biodiesel di Indonesia
Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di Indonesia cukup besar, mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 % penggunaan BBM untuk transportasi. Sedang penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Bukan hanya karena peluangnya untuk menggantikan solar, peluang besar biodiesel juga disebabkan kondisi alam Indonesia. Indonesia memiliki beranekaragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan bakar biodiesel seperti kelapa sawit dan jarak pagar. Pada saat ini, biodiesel (B-5) sudah dipasarkan di 201 pom bensin di Jakarta dan 12 pom bensin di Surabaya.

Kecipir, Tanaman Potensial di Indonesia

Satu lagi kekayaan hayati yang hampir tak tersumberdayakan bahkan hampir terlupakan di masyarakat yaitu kecipir. Kecipir atau Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC ini merupakan tanaman asli tropika dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di beberapa daerah dikenal dengan nama Kacang belimbing (Sumatera Utara, Sumatera Barat), Kacang embing (Palembang), Jaat (Sunda), Cipir, Kecipir (Jawa), Kelongkang (Bali), Biraro (Menado, Ternate). Beberapa pendapat akademisi terhadap kecipir:
  • An underexploited tropical plant with promising economic value !. [U.S. National Academy of Sciences, 1975]
  • A possible soybean for the tropics !. A (food) supermarket on a stalk !. [Board on Sci. & Technol. for Intern. Develop., 1981]
  • A leading potential plant protein source for the future ! [Sri Kantha dan Erdman, 1984]
  • An unexploited source of (fatty) oil !. [Salunkhe dkk., 1992]
Sejak 1975, kecipir ternyata telah diprediksikan akan sangat menjajikan di masa depan sebagai bahan hayati bernilai ekonomi tinggi dan memiliki segudang manfaat. Tetapi kenyataan saat ini keberadaannya justru tidak disadari oleh masyarakat. Oleh karena itu mari kita telusuri kembali apa itu tanaman kecipir.
Deskripsi dan Manfaat
Batang dan Umbi

Tanaman kecipir tumbuh merambat, membentuk semak. Tingginya bisa mencapai 3-4 m, dalam budidaya biasanya diberi penyangga, namun jika dibiarkan akan menutupi permukaan tanah. Batangnya silindris, beruas-ruas, jarang mengayu. Umbi kecipir rasanya agak manis, daging berwarna putih gading, berserat kokoh seperti apel, tetapi berbau kurang sedap. Protein umbinya (10,9 g) lima kali lebih tinggi dari kentang, gadung dan ubi jalar. Beberapa manfaat dari umbi kecipir:
  1. Umbi belum tua bisa dimakan sesudah dikukus/direbus/”dibubuy”;
  2. Dapat dibuat keripik setelah direbus, diiris tipis-tipis, dan digoreng. Umbi kecipir juga dapat dimakan seperti bengkuang;
  3. Di negara myanmar, umbi kecipir biasanya direbus sampai lunak dan dimakan sebagai snack bersama minyak nabati dan garam, dan
  4. Sebagai obat sariawan dengan ditambah gula batu.
kecipir
kecipir
Daun
Daun majemuk dengan anak daun tiga berbentuk segitiga, panjang 7,0-8,5cm, pertulangan menyirip, letak berselang-seling, warna hijau. Daun kecipir konon dapat digunakan sebagai obat sakit mata, sakit telinga, dan bisul. Daun, khususnya yang berwarna hijau gelap kaya akan provitamin A. Proteinnya (5,07,6 g) lebih tinggi dari daun singkong (6,9 g), bayam (3,6 g), daun talas (4,1 g) per 100 gramnya.
Bunga
Bunganya tunggal, tipe kupu-kupu, tumbuh dari ketiak daun, kelopaknya biasanya berwarna biru pucat dan memiliki keunggulan mampu menyerbuk sendiri. Seperti bunga gambas dan bunga turi, bunga kecipir juga enak dimakan mentah sebagai salad atau lalap, direbus, maupun digoreng. Rasanya enak seperti jamur. Bunganya dapat diolah menjadi bumbu, rempah-rempah, permen, dan bahan pewarna alami. Protein bunga kecipir (5,6 g) lebih besar dari jantung pisang (1,6 g) dan bunga gambas (1,3 g) per 100 gramnya.
Buah
Buah tipe polong, memanjang, berbentuk segiempat dengan sudut beringgit, panjang polong antara 5-35 cm, lebar sekitar 2,5 cm, mengandung 5-20 biji. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 80-120 hari, yaitu saat polong berumur kira-kira 21 hari terhitung sejak bunga mekar. Polong muda ,merupakan bagian tanaman yang paling banyak digunakan sebagai bahan sayuran, dapat dimakan mentah (sebagai lalap), direbus, atau dicampur sayuran lain sebagai sayur asam, sayur lodeh, urap, karedok, pecel, gado-gado. Juga dapat diolah dengan cara ditumis atau dioseng. Di Bangladesh, polong muda digoreng dan dimakan dengan ikan atau daging.
Seratus gram polong muda mengandung vitamin A (340-595 SI), zat besi (0,2-12,0 mg), vitamin C (21-37 mg), serta vitamin dan mineral penting lain. Sebagai sayuran, polong muda tak hanya unggul dalam gizi, cita rasanya juga khas.
Biji
Biji tanaman kecipir bulat dengan diameter 8-10mm, berwarna coklat hingga hitam. Berat berkisar 0,06 hingga 0,40 gram. Biji kecipir tua komposisi gizinya paling baik, meski lebih banyak digunakan sebagai benih ketimbang bahan pangan. Mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral cukup tinggi dibanding polong muda, umbi, dan daunnya.
Tabel komposisi proksimat biji (%-b dari bagian yang bisa dimakan)
kandungan biji kecipir
kandungan biji kecipir
Kecipir memiliki kandungan protein dan minyak/lemak yang sangat mirip dengan kedelai. Pada lingkungan tropik yang lembab kedelai sulit dibudidayakan dengan baik. Oleh sebab itu, kecipir lebih potensial dibudidayakan di Indonesia dibandingkan dengan kedelai.
Komposisi asam lemak yang terkandung dalam kecipir adalah sebagai berikut:
kandungan asam lemak kecipir
kandungan asam lemak kecipir
Kecipir ternyata mengandung asam behenat yaitu asam lemak yang tidak diserap usus sehingga tidak menyebabkan kegemukan bila dikonsumsi banyak oleh manusia.
Skema pemanfaatan tanaman kecipir secara menyeluruh dapat dilihat pada gambar berikut:
Skema Pemanfaatan Tanaman Kecipir

Ekstraksi

Fragonard Perfume (Grasse, France)
Fragonard Perfume (Grasse, France)


Salah satu proses yang paling mendasar dari industri parfum adalah ekstraksi minyak-lemak. Contohnya dalam ekstraksi minyak atsiri dari biji pala (Myristica fragrans). Pertama-tama yang dilakukan adalah mengambil kandungan minyak-lemak dari bijinya, baru kemudian dilakukan pemurnian untuk mendapatkan minyak esensial atsirinya saja.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In Organic Chemistry]
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah:
  • Tipe persiapan sampel
  • Waktu ekstraksi
  • Kuantitas pelarut
  • Suhu pelarut
  • Tipe pelarut
Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan perkolasi-imersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi bahan tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara partikel. Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam oleh pelarut yang bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat disimpulkan:
  • Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat membasahi bahan karena pengaruh gravitasi.
  • Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara periodeik sampai bahan benar-banar terendam oleh pelarut. Oleh karena itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan, bahkan saat sirkulasinya cepat.
  • Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk mempermudah pelarut bergerak melalui bahan.
  • Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-current terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan minyak paling sedikit harus berkontak dengan pelarut yang kosentrasinya paling rendah.
Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan yang kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara metode imersi lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang berdifusi lambat.
Ekstraksi bahan makanan biasa dilakukan untuk mengambil senyawa pembentuk rasa bahan tersebut. Misalnya senyawa yang menimbulkan bau dan/atau rasa tertentu.
Ekstraksi Soxhlet
Ekstraksi Soxhlet
Ada dua jenis ekstraktor yang lazim digunakan pada skala laboratorium, yaitu ekstraktor Soxhlet dan ekstraktor Butt. Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa kecil dan keluar dalam fasa cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.
Prinsip kerja ekstraktor Butt mirip dengan ekstraktor Soxhlet. Namun pada ekstraktor Butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui annulus di antara selongsong dan dinding dalam tabung Butt. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong langsung lalu keluar dan masuk kembali ke dalam labu didih tanpa efek sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi Butt berlangsung lebih cepat dan berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor Butt dinilai lebih efektif daripada ekstraktor Soxhlet. Hal ini didasari oleh faktor berikut:
  • Pada ekstraktor Soxhlet cairan akan menggejorok ke dalam labu setelah tinggi pelarut dalam selongsong sama dengan pipa sifon. Hal ini menyebabkan ada bagian sampel yang berkontak lebih lama dengan cairan daripada bagian lainnya. Sehingga sampel yang berada di bawah akan terekstraksi lebih banyak daripada bagian atas. Akibatnya ekstraksi menjadi tidak merata. Sementara pada ekstraktor Butt, pelarut langsung keluar menuju labu didih. Sampel berkontak dengan pelarut dalam waktu yang sama.
  • Pada ekstraktor Soxhlet terdapat pipa sifon yang berkontak langsung dengan udara ruangan. Maka akan terjadi perpindahan panas dari pelarut panas di dalam pipa ke ruangan. Akibatnya suhu di dalam Soxhlet tidak merata. Sedangkan pada ekstraktor Butt, pelarut seluruhnya dilindungi oleh jaket uap yang mencegah perpindahan panas pelarut ke udara dalam ruangan.
Referensi:
AOCS Official Method Am. 2-93. Determination of Oil Content in Oilseeds.
Lucas, Howard J, David Pressman. 1949. Principles and Practice In Organic Chemistry. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Whitaker, M.C. 1915. The Journal of Industrial and Engineering Chemistry. Easton: Eschenbach Printing Company.

Teknologi Plasma dalam Industri Pengemasan Makanan


food technology
Food Technology

Salah satu tujuan utama pengemasan makanan adalah untuk menjadikan makanan dapat tahan lama (awet). Akan tetapi, proses yang dilakukan untuk mencapai tujuran tersebut biasanya dapat menyebabkan kerusakan nutrien dan komponen – komponen sensori pada makanan. Oleh sebab itu, teknologi pengemasan makanan terus dikembangkan dengan tujuan menjadikan makanan dapat tahan lama dengan meminimalkan kerusakan nutrient dan komponen – komponen sensori pada makanan tersebut.
Aplikasi teknologi plasma dalam industri pengemasan makanan lahir sebagai bentuk perkembangan dalam teknologi pengemasan makanan yang baik karena memiliki beberapa keunggulan seperti proses yang cepat dan minim menyebabkan kerusakan pada makanan.
Berikut ini merupakan aplikasi teknologi plasma dalam pengemasan makanan:

1. Fungsionalisasi dan aktivasi permukaan

Pada kemasan makanan berbahan dasar polimer, kemudahan dicetak dan sifat anti asap merupakan properti khas yang harus dimiliki. Dengan teknologi plasma, kedua kriteria tersebut dapat dipenuhi melalui fungsionalisasi dan aktivasi permukaan. Dalam tahap ini, plasma berfungsi sebagai penyesuai energi permukaan dengan cara mengatur adhesifitas, sifat hidrofobik, dan hidrofilik. Dalam pengaturan sifak hidrofobik dan hidrofil, ada dua hal yang menjadi perhatian yaitu terbentuknya lapisan permukaan anti asap dan penggunaan cat berbahan dasar air ataupun tinta. Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam perlakuan plasma terhadap kemasan menentukan adhesifitas yang diperoleh.
Penggunaan lapisan plasma juga berguna dalam meningkatkan derajat kebasahan permukaan yang berpengaruh juga terhadap energi permukaan tersebut. Dengan adanya plasma, energi permukaan meningkat 1,5 kali lipat. Hal ini sangat berguna dalam penggunaan cat berbahan dasar secara ekologis.

2. Pelapisan permukaan

Pengawetan makanan dalam kemasan bergantung pada sterilitas dan kualitas kemasan itu sendiri. Sebagai contoh, untuk makanan atau minuman yang sensitivitasnya terhadap udara cukup tinggi harus dikemas dalam botol yang memiliki lapisan penghalang yang kuat
Gambar 1: Ruang dalam rekator selama perlakuan dengan plasma
Gambar 1: Ruang dalam rekator selama perlakuan dengan plasma
Pelapisan botol PET dari dalam menggunakan SiOx dan HMDSO (heksametildioksan) dengan bantuan argon plasma merupakan cara baru dalam produksi botol PET berkualitas tinggi sebagai kemasan minuman tertentu. Dengan menggunakan plasma, lapisan SiOx setebal 50 nm dapat diperoleh hanya dalam waktu kurang dari lima detik. Padahal proses ini memakan waktu hampir puluhan kali lipat lebih lama tanpa adanya plasma. Penggunaan plasma juga meningkatkan kemampuan kemasan dalam menghalangi terjadinya difusi gas dalam rentang skala 3 -10. Selain itu, kemasan yang dilapisi menggunakan plasma, memiliki kemungkinan hampir 0% dalam terjadinya microcrack akibat spora.

3. Sterilisasi plasma

Sterilisasi dalam pemrosesan makanan merupakan suatu proses pengawetan makanan dengan cara memanaskan makanan pada temperatur yang cukup tinggi dalam waktu tertentu untuk menghancurkan mikroba dan aktivitas enzim. Dengan proses sterilisasi,biasanya makanan dapat bertahan hingga lebih dari 6 bulan pada temperatur ruang.
Ada banyak alasan mengapa sterilisasi menggunakan plasma menjadi pilihan. Berikut beberapa alasannya.
  • Waktu inaktivasi spora yang singkat
  • Beban termal yang rendah
  • Tidak ada penggunaan bahan kimia toksik dan berbahaya
  • Tidak terbentuk produk yang toksik dan berbahaya pasca steriliasi
  • Tidak ada perubahan sifat pada material makanan yang diproses, malah terjadi peningkatan kualitas material makanan
  • Tidak perlu ada treatment lanjutan
Mekanisme sterilisasi dengan plasma:
  1. Destruksi material genetic mikroorganisme melalui irradiasi UV
  2. Pengikisan mikroorganisme atom per atom melalui fotodesorpsi intrinsik
  3. Pengikisan mikroorganisme atom per atom melalui proses etching.
Alat sterilisasi berteknologi plasma yang biasa digunakan adalah ECR Plasma (Electron Cyclotron Resonance Plasma). Alat ini memanfaatkan prinsip gaya Lorentz dengan adanya pergerakan sirkular electron-elektron bebas sehingga membangkitkan medan magnet seragam yang statis.
Berikut ini merupakan skema ECR plasma:
Gambar 2 : Skema alat ECR Plasma
Gambar 2 : Skema alat ECR Plasma
Sterilisasi meggunakan plasma berbeda karena agen aktif nya spesifik, seperti foton UV dan radikal. Keuntungan metode plasma adalah proses dapat dilakukan pada temperature rendah (500C), relative aman, dan mengawetkan keutuhan instrument dasar polimer, yang tak bisa dilakukan bila menggunakan autoklaf atau oven. Foton UV yang diemisikan akan di-reabsorpsi oleh gas ambient pada tekanan atmosfer.

Bioethanol

Bahan yang Mengandung Lignoselulosa
Bahan yang Mengandung Lignoselulosa

Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam kekayaan alam terbarukan sangat berpotensi menghasilkan bioenergi. Namun, dalam pengembangannya, bahan bakar hayati yang dihasilkan menggunakan banyak biomassa yang dapat digunakan sebagai bahan pangan. Bioetanol, misalnya, masih dibuat dari bahan berpati dan bergula yang merupakan bahan pangan. Hal ini akan berdampak buruk bagi penyediaan pangan. Jika BBN terus menerus dibuat dari bahan pangan, akan terjadi persaingan frontal antara penyediaan pangan dan energi.
Untuk menghindari persaingan tersebut, telah dikembangkan teknologi Bahan Bakar Nabati (BBN) generasi kedua. Teknologi BBN generasi kedua adalah teknologi yang mampu memproduksi BBN, seperti biodiesel atau bioetanol, dari bahan lignoselulosa. Jika kita membudidayakan tanaman apapun, termasuk tanaman pangan (untuk menghasilkan gula, pati, minyak-lemak, dan sebagainya), bahan yang diproduksi terbesar oleh tanaman adalah lignoselulosa. Jika hasil-hasil pertanian dan perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian atau sisa penggunaan tanaman dan biasanya kurang termanfaatkan. Hal ini menyebabkan lignoselulosa berpotensi digunakan sebagai bahan mentah produksi BBN.
Lignoselulosa mengandung tiga komponen penyusun utama, yaitu selulosa (30-50%-berat), hemiselulosa (15-35%-berat), dan lignin (13-30%-berat). Salah satu BBN yang dapat dihasilkan dari lignoselulosa adalah bioetanol generasi kedua. Proses konversi lignoselulosa menjadi bioetanol terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu:
1. Pengolahan awal atau delignifikasi, agar selulosa dapat dicapai oleh enzim selulase dan air,
2. Hidrolisis dengan enzim khusus, dan
3. Fermentasi menjadi etanol.
Skema ideal pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol
Skema ideal pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol
Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan bantuan enzim selulase atau, tetapi umumnya tak dipilih, dengan bantuan asam. Hemiselulosa dapat dihidrolisis menjadi pentosa (terutama xilosa) dan heksosa (minor) dengan bantuan asam encer atau enzim hemiselulase.
Glukosa dan heksosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces cerevisiae dengan reaksi :
C6H12O6 –>2 C2H5OH + 2 CO2
Xilosa dan pentosa lain dapat difermentasi menjadi etanol oleh ragi yang sesuai (seperti Pichia stipitis) dengan mekanisme reaksi :
3 C5H10O5 –> 5 C2H5OH + 5 CO2
atau dikonversi menjadi produk lain (xilitol, furfural, dan lain-lain).
Skema lain pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol
Skema lain pemanfaatan bahan lignoselulosa untuk memproduksi bioetanol
Teknologi bioetanol generasi kedua sedang intensif dikembangkan, terutama oleh Amerika Serikat. Pabrik-pabrik demonstrasi juga sudah dan sedang didirikan di berbagai lokasi di Amerika Utara (antara lain oleh Celunol Corp dengan kapasitas 200 ribu m3/tahun di Louisiana).
Pabrik BBN (generasi kedua) ini tak mungkin berskala amat besar (seperti kilang minyak bumi) karena akan terkendala biaya pengumpulan bahan mentah. Namun, kombinasi kedahsyatan biodiversitas, ketersediaan lahan dan juga tenaga kerja membuat Indonesia berpotensi menjadi salah satu sentra produksi BBN dunia.